Menuju konten utama

Suap Pengesahan RAPBD: KPK Perpanjang Penahanan Anggota DPRD Jambi 

KPK memperpanjang penahanan sejumah anggota DPRD Jambi terkait kasus korupsi Pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017-2018.

Suap Pengesahan RAPBD: KPK Perpanjang Penahanan Anggota DPRD Jambi 
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi Partai Demokrat Zainal Abidin mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/7/2019). ANTARA FOTO/Andi/dr/hp.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan sejumlah anggota DPRD Jambi yang menjadi tersangka dalam kasus suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018 di DPRD Jambi.

"Perpanjangan penahanan 40 hari dimulai 13 Agustus 2019 sampai 21 September untuk tersangka E [Elhelwi], Anggota DPRD Jambi dan tersangka G [Gusrizal], Anggota DPRD Jambi juga," kata Plh Kepala Biro Humas KPK Chrystelina GS saat ditemui Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (9/8/2019).

Keduanya telah ditahan KPK selama 20 hari pada 24 Juli 2019. KPK juga telah melakukan penahanan terhadap sejumlah tersangka lain dalam kasus ini.

Empat orang tersebut terdiri dari tiga anggota DPRD Jambi dan satu pihak swasta.

Tiga anggota DPRD tersebut adalah Muhammadiyah Pimpinan Fraksi Gerindra yang ditahan di Rutan Cab KPK di K4, Zainal Abidin Ketua Komisi III ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Guntur, dan Effendi Hatta Anggota DPRD ditahan di Rutan Cabang KPK Pomdam Guntur.

Untuk pihak swasta, KPK memanggil Jeo Fandy Yoesman alias Asiang selaku Direktur Utama PT Sumber Swarnanusa. Ia ditahan di Rutan Cab KPK di K4.

Dalam perkara ini KPK telah menetapkan 13 orang lainnya sebagai tersangka terkait suap penetapan APBD Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018. Dua belas orang di antaranya anggota DPRD Jambi sebagai tersangka.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara tersebut ke penyidikan dengan 13 orang sebagai tersangka, yang terdiri unsur pimpinan DPRD, pimpinan fraksi, anggota, DPRD dan swasta," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (28/12/2018).

13 orang yang telah di tetapkan sebagai tersangka antara lain:

Unsur Pimpinan DPRD Provinsi Jambi

1. Cornelis Buston Ketua DPRD

2. AR. Syahbandar Wakil Ketua DPRD

3. Chumaidi Zaidi Wakil Ketua DPRD

Pimpinan Fraksi

4. Sufardi Nurzain Fraksi Golkar

5. CekmanFraksi Restorasi Nurani

6. Tadjudin Hasan Fraksi PKB

7. Parlagutan Nasution Fraksi PPP

8. Muhammadiyah Fraksi Gerindra

Pimpinan Komisi

9. Zainal Abidin Ketua Komisi IlI

Anggota DPRD Provinsi Jambi

10. Elhelwi Anggota DPRD

11. Gusrizal Anggota DPRD

12. Effendi Hatta Anggota DPRD

13. Jeo Fandy Yoesman alias Asiang swasta

Agus menjelaskan, para pimpinan DPRD berperan meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan uang ketok palu, dan meminta jatah proyek serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta untuk masing-masing pimpinan.

Sementara para pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi.

Selain itu, para tersangka juga membahas serta menagih uang "ketok palu", menerima uang untuk jatah fraksi sekitar Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi.

Tak hanya itu, para pimpinan komisi dan pimpinan fraksi juga menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta, atau Rp200 juta.

Sementara para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang "ketok palu", dan mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per-orang.

Total untuk penetapan APBD Jambi 2017 terdapat uang ketok palu sebesar Rp12,94 miliar. Sementara untuk penetapan APBD Jambi 2018 terdapat uang ketok palu sebesar Rp3,4 miliar.

"Total dugaan pemberian suap "ketok palu" untuk pengesahan RAPBD TA 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 milyar," kata Agus.

Sementara itu, Jeo Fandy Yusman disebut memberi pinjaman sebesar Rp5 miliar kepada seorang staf Gubernur Jambi non aktif Zumi Zola yang bernama Arfan. Sebagian uang itu kemudian digunakan untuk uang ketok palu penetapan APBD 2018.

Lebih lanjut, uang Rp5 miliar itu dianggap sebagai fee proyek di lingkungan Pemprov Jambi.

Atas perbuatannya, mereka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP DPRD JAMBI atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno